FAQs ABOUT Doaibu Official

This articles makes sense of the every now and again posed inquiry (FAQ) and answers that will clear your comprehension about Doaibu Official. 2. How is Doaibu not quite the same as different…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




I see the light

Perjalanan panjang yang terasa begitu singkat. Keduanya sangat menikmati keindahan cahaya yang berasal dari gedung-gedung pencakar langit di pusat Ibu Kota sambil ditemani dengan playlist kesayangannya.

Alta baru saja memarkirkan mobilnya dan mengajak Biel untuk turun menuju tempat tujuannya. Tatapan Biel memutar memperhatikan sekelilingnya yang sepi. “Kamu kenapa sih seneng banget ajak aku ke tempat sepi kayak gini?” Biel bertanya menatap Alta. “Emangnya nggak ada tempat lain ya?”

“Shuuut!" Alta menempelkan jari telunjuknya. “Kamu tuh baweeeeeel banget. Ikutin aku aja, nanti kamu juga tau.”

Sebelum memasuki tempat tujuannya, Alta sempat mengeluarkan beberapa barang dari belakang mobilnya. Baru setelahnya ia menggenggam tangan Biel untuk mengikuti langkahnya.

Seperti yang sudah Biel bayangkan. Lagi-lagi Alta membawanya ke sebuah pantai. Entah mengapa Alta sering kali membawanya ke pantai, terlebih lagi saat malam hari seperti ini. Dimana-mana ke pantai itu untuk melihat sunrise atau sunset, tetapi bukan Alta jika tidak berbeda dengan yang lain.

“Aku sebenernya mau ajak kamu naik perahu juga kayak di film Tangled, tapi aku nggak mau ambil resiko kalo nanti kita kenapa-kenapa di tengah pantai,” jelas Alta dengan jujur. “Aku takut ombaknya tiba-tiba besar. Nanti yang ada kita bukannya remake adegan film Tangled, malah jadi remake film Titanic.”

Tawa Biel seketika pecah mendengar kalimat terakhir Alta sambil memukul pelan cowok itu. “Hush! Kamu kalo ngomong!”

Alta ikut tertawa pelan setelahnya. Sudah beberapa hari tawa itu tidak terdengar di telinganya. Melihat wajah Biel yang diterpa angin malam membuatnya maju beberapa langkah menyingkirkan helaian rambut yang menganggu wajah cantik itu. “Aku kangen banget sama kamu.”

Biel mendorong pelan tubuh Alta yang mendekatinya. “Baru juga empat hari nggak ketemu. Itu mah kamu nya aja lebaaaay!!! Huuu…, Gimana kalo misal aku tinggalin kamu, kamu pasti nanti kangen bangetnya sampe sembilan puluh sembilan kali. Terus nanti kamu nangis gara-gara kangen aku. Iya kan?” Biel berkata dengan nadanya yang tidak serius.

“Enggak tuh.” Alta mengangkat kedua bahunya.

“Kok enggak?!?!!!!” Biel membulatkan matanya. “Berarti kamu nggak sayang ya sama aku? Kalo aku ninggalin kamu gitu berarti nggak papa?!!!”

“Bukan gitu,” ralat Alta. “Aku nggak percaya aja, kalo kamu bakal ninggalin aku. Makanya aku jawab enggak. Lagian, emangnya kamu mau ninggalin aku?”

“Ya, enggaklah! Nggak mau!!” sahut Biel cepat.

“Ya udah. Makanya kamu tuh kalo ngomong jangan kayak gitu,” kata Alta mendapat cibiran kecil dari Biel. “Tuh kan. Kamu dibilangin malah nyenyenye mulu, ngeledek banget.”

“Iyaaaaa, maaaaff yaaaa, Altaaaa...,” Biel sengaja memanjangkan kalimatnya. “Aku juga kangeeeeennn banget sama kamu.” Kemudian ia menunjukkan senyum lebarnya kepada Alta.

“Kalo gitu, sini dong deketan,” balas Alta seraya menarik pelan lengan Biel agar lebih mendekat dengannya. “Biar gampang peluknya.”

“ALTA! IH KEBIASAAAAAN! AKU NGGAK BISA NAPAS!” teriak Biel dalam pelukan Alta.

Sementara Alta hanya terkekeh mendengarnya. “Maaf..., maaf.” Ia sedikit melonggarkan dekapannya pada tubuh Biel, membiarkan gadis itu menghirup udara sepuas-puasnya. “Aku mau kayak gini dulu sama kamu. Lima menit aja. Nanti baru kita terbangin lantern-nya.”

“Ya…, Terserah kamu lah.” Biel menjawab diiringi dengan helaan napas panjangnya. Ia membiarkan tangan Alta melingkar mengunci tubuhnya sambil menjadikan pundaknya sebagai tumpuan. Aroma parfume Alta yang menenangkan dan sangat khas itu membuat Biel akhirnya ikut terlarut dalam suasana hening yang dibuat Alta. Ia ikut melingkarkan tangannya di belakang punggung cowok itu.

Deru ombak dan suara angin malam yang menemani keduanya. Tanpa ada lima menit berlalu, Alta sudah melepaskan pelukannya. Ia tersenyum ketika sorot matanya kembali bertabrakan dengan milik Biel. “Capeknya udah aku ambil. Habis ini kamu udah nggak bakal capek lagi,” kata Alta.

Biel ikut tersenyum mendengarnya. Tidak pernah terbayang dibenaknya bahwa Alta akan mengeluarkan kalimat itu. Mungkin kalimatnya memang terdengar singkat dan biasa, tetapi tidak untuknya.

Entah mengapa tiba-tiba saja kejadian yang sudah ia lewati beberapa hari terakhir kembali terputar dibenaknya. Sebetulnya hari-harinya tidak begitu berat, karena selama menjalani kegiatan pun ia merasa senang. Tapi melihat Alta yang selalu berusaha memastikan dirinya agar tidak terlalu merasa capek membuatnya ingin selalu bersyukur memilikinya.

“Loh? Kok sedih?” Alta terheran melihat perubahaan raut wajah Biel. “Kamu capek banget ya?”

Kepala Biel menggeleng kecil menjawabnya. “Terus kenapa?” tanya Alta lagi.

“Nggak tau...,” Jawaban Biel justru membuat Alta tertawa. Nada bicara Biel yang terdengar seperti rengekan anak kecil membuatnya semakin terlihat lucu.

“Udah-udah, sshh.., Aku ajak kamu kesini kan bukan mau sedih-sedih.” Alta mengusap puncak kepala Biel. “Sekarang mendingan kita siapin lantern-nya, terus kita terbangin. Sebentar, aku aja deh yang siapin. Kamu tunggu aja disini.”

Setelah beberapa menit membiarkan Alta berkutat sendiri dengan benda yang sudah ia siapkan sejak tadi, kini cowok itu kembali mendekatinya. “Tadaaaa!! Lantern-nya udah jadi,” kata Alta. “Sebenernya kan, sebelum nerbangin lentera itu kita harus nulis wish dulu di kertas, biar wish-nya bisa ikut terbang sama lenteranya. Tapi aku sengaja nggak mau kayak gitu.”

“Terus jadinya gimana?” tanya Biel.

“Kamu sebutin aja wish kamu di dalam hati. Just keep your wishes to yourself. And let this lantern take your wish upon a stars.” Alta menjawab. “Nanti aku juga bikin wish. Jadi kita sama-sama sebutin wish-nya nanti sebelum hitungan ketiga kita terbangin lantern ini. Oke?”

Betapa kagumnya Biel dengan Alta, sampai-sampai ketika laki-laki itu tengah fokus menjelaskan ia hanya bisa memandanginya dengan tatapan penuh teduh. Mungkin kalau ada kalimat yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini, Biel akan langsung mengeluarkan kalimat itu dan memberitahunya kepada Alta.

Tetapi nyatanya kalimat saja tidak pernah cukup untuk menjelaskan perasaannya saat ini. Melebihi rasa kagum dan syukur, ia sangat-sangat berterimakasih dengan segala hal yang sudah banyak terjadi dalam kehidupannya hingga membuatnya berakhir berdiri di tempatnya sekarang. Di hadapan sosok orang yang tidak pernah ia bayangkan bisa menjadi salah satu bagian terbaik dalam hidupnya.

“Halo?” Alta melambaikan tangannya dihadapan Biel. “Kok bengong? Kamu udah ada belum wish-nya?”

“Udah.” Biel mengangguk. “Ayok!!! Kita mulai sekarang buat wish.”

Keduanya saling memegang sisi lentera masing-masing. Seraya memejamkan kedua mata, melalui bisikkan pada diri sendiri mereka mengucapkan beberapa harapan baik untuk kedepannya, sambil berharap bintang diatas sana bisa mendengarnya.

Seperti yang Alta katakan tadi, harapan keduanya biar menjadi rahasia antara diri mereka yang mengucapkan, angin malam yang menemani, juga lentera ini yang akan menyampaikannya langsung kepada sang bintang.

Disaat kedua mata Biel sudah kembali terbuka, ia melihat Alta yang masih memejamkan matanya disana. Entah apa yang sedang diharapkan oleh laki-laki itu. Hingga tak lama setelahnya, mata Alta mulai terbuka. “Udah?”

“Udah. Ayok, hitung,” ajak Biel.

“Satu...,”

“Dua...,”

“Tiga...,”

“Yeaaaayyy!!!”

Lentera terlepas dari tangan keduanya menuju tempat yang lebih tinggi untuk membisikkan kepada sang bintang tentang harapannya tadi. Alta sedikit bergeser mendekati Biel yang masih fokus menatap lentera yang semakin terbang tinggi.

“Semoga lantern-nya sampai ke tempat yang seharusnya,” ucap Biel menoleh ke Alta yang sudah lebih dulu menatapnya. Laki-laki itu sedang tersenyum tipis. “Semoga juga, bintangnya bisa denger harapan aku sama kamu ya.”

Lentera yang baru saja dilepaskan berhasil melengkapi keindahan langit malam ini. Kini jauh dari mata sang bintang, kedua insan dibawahnya saling menggenggam tangan. Berharap tidak akan pernah terlepas, karena cahaya lentera itu akan menuntunnya menuju hal-hal indah yang masih belum tercipta.

Add a comment

Related posts:

MY CAREER

My name is Guilherme Bezerra Alves and I started my career at age 16, working at Demax as an administrative assistant for just over a year. I had as main attribution the launch and organization of…

How to Overcome Dating Challenges for Women

Dating can be an exciting and transformative journey, but it can also come with its fair share of challenges. In today’s modern dating landscape, women often find themselves facing various obstacles…

Accident Lawyers Corpus Christi Social Profiles

Accidents happen every day, yet no one ever thinks it will happen to them. Then one day, you are involved in an accident, suffering an injury and feeling worried and confused about what steps to take…